Sabtu, 12 November 2011 , 05:23:00
JAKARTA - Penyediaan akses pendidikan untuk anak-anak TKI, terutama di Malaysia dinilai masih kacau. Diantaranya, ada sebanyak 48 ribu anak TKI di Sabah, Malaysia yang belum memperoleh pendidikan layak.
Kondisi kualitas pendidikan untuk anak-anak TKI tadi, dipaparkan oleh anggota Komisi X DPR Hetifah Sjiafudian di Jakarta kemarin (11/11). Hetifah juga menjelaskan, di Malaysia ada sekitar 12 ribu anak-anak TKI yang hanya memperoleh pendidikan non-formal atau yang sering disebut learning center (LC). Lembaga pendidikan ini, tidak ubahnya seperti sanggar belajar. Kualitas guru yang mengajar di dalamnya, lanjut Hetifah, juga terbatas.
"Di learning center ini juga menggunakan bahasa pengantar Melayu," kata dia. Kondisi ini mengakibatkan, semakin jauhnya muata pendidikan bahasa Indonesia kepada anak-anak TKI. Meskipun begitu, Hetifah mengatakan, buruknya kualitas dan sarana pendidikan di kantong-kantong TKI ini merupakan resiko yang harus ditanggung Indonesia. "Masih untuk mereka bisa tahu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih," paparnya.
Di bagian lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot percepatan sarana pendidikan di Malaysia. Terutama di kawasan Kota Kinabalu. Cara yang ditempuh diantaranya, membangun Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK). Plt Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Suyanto menuturkan, SIKK dibangun untuk memberikan layanan setara SD dan SMP. Sekolah ini dibangun di atas lahan seluas 1,6 hektar.
Suyanto menuturkan, anggaran untuk pembangunan SIKK ini mencapai Rp 27 miliar. Suyanto berjanji, proses belajar-mengajar di SIKK bisa dimulai pada Januari tahun depan. "Kami belum membuka untuk tingkat SMA. SIKK ini mampu menampung hingga seribu siswa," jelas Suyanto ketika mengunjungi lokasi pembangunan SIKK.
Untuk keberadaan LC sendiri, menurut Suyanto merupakan pintu masuk pemerintah Indonesia supaya bisa membuka SMP Terbuka di Malaysia. Hingga saat ini, ada 15 unit LC yang tersebar di kawasan negara Bagian Sabah, Keningau, Tawau, dan Lahad Datu.
Suyanto berharap, dengan berdirinya SIKK nasib sejumlah LC ini bisa lebih baik. Posisi LC, diproyeksikan menjadi cabang-cabang dari SIKK. "Pemerintah Malaysia harus sadar jika anak-anak TKI juga berhak mendapatkan pendidikan," katanya. Dia memperkirakan, saat ini anak-anak TKI yang berusia sekolah mencapai 50 ribu.
Untuk urusan guru, Suyanto mengatakan Kemendikbud siap mengirim 119 guru untuk mengajar anak-anak TKI ini. Para guru ini akan mendapatkan tunjangan perbatasan dan gaji mencapai Rp 15 juta per bulan. Para guru ini akan ditempatkan di sejumlah LC yang rata-rata terdapat di pedalaman hutan kelapa sawit.
Cara lain yang digunakan pemerintah untuk menggenjot kualitas pendidikan para anak TKI ini adalah, dengan memberikan bantuan buku-buku pelajaran, computer, hingga fasilitas laboratorium pendidikan dan pusat pelatihan program keterampilan lainnya. Duit yang dikucurkan untuk peningkatan pendidikan anak-anak TKI ini mencapai puluhan miliar rupiah.
"Intinya seluruh SDM yang akan diterjunkan diharapkan mampu mengelola manajemen pendidikan. Sehingga pelayanan pendidikan anak TKI dapat lebih efektif dan efisien," pungkasnya. (wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar