Sumber: Koran Kaltim
Potret Lembaga Pendidikan Anak-Anak TKI di Sabah-Malaysia (5-habis)
SEKITAR 24 ribu Tenaga Kerja Indoensia (TKI) yang
bekerja di perkebunan kelapa sawit Federal Land Development Authority
(Felda), wilayah Sabah Malaysia patut bersyukur dengan kehadiran Pusat
Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Al Firdaus dibawah Yayasan Peduli
Pendidikan Anak Indonesia (YPPAI).
Dengan kehadiran PKBM Al Firdaus, saat ini sudah sekitar 2 ribu dari
diperkirakan 5 ribuan anak-anak TKI usia sekolah yang berada di
perkebunan kelapa sawit Felda Sabah sudah tersentuh pendidikan. Meskipun
pendidikan non formal, namun peserta didik diberikan fasilitas formal
dan kualitas yang bisa lebih baik dari sekolah formal di tanah air.
“Kalau setiap pagi turun sekolah, banyak anak-anak kita nunggu bus
hantaran sekolah dipinggir-pinggir jalan. Sudah seperti berada di
Indonesia, pakai seragam sekolah merah putih yang SD, biru putih yang
SMP,” kata Ketua YPPAI, Firdaus Gigo Atawuwur.
Untuk kurikulum, pihaknya juga menggunakan mata pelajaran standar
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Indonesia. Hanya mulai
tahun ini, akan ada tambahan dua mata pelajaran yakni Bahasa Melayu dan
Kewarganegaraan yang gurunya dari pihak Malaysia. PKBM Al Firdaus juga
memiliki Gudep Pramuka, Tunas Malindo.
“Kalau setiap upacara, anak-anak kita menganyikan dua lagu. Pertama
lagu Indonesia Raya, yang kedua lagu kebangsaan Malaysia. Karena kita
mengambil prinsip, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,”
jelasnya.
Apalagi, Pemerintah Malaysia dan Felda yang merupakan perusahaan
milik Kerajaan Malaysia (BUMN) turut mendukung penuh penyelenggaraan
pendidikan untuk anak-anak TKI tersebut. Perijinan diberikan Pemerintah
Malaysia dan fasilitas pendidikan dibantu oleh Felda.
Baru-baru ini, PKBM Al Firdaus mendapat bantuan 10 unit komputer dari
Felda Pro Data.Rencananya, komputer itu akan dipergunakan untuk untuk
membuka fasilitas laboratorium PKBM. "Jadi anak-anak kita nanti sudah
tahu komputer, tahu internet, bisa belajar banyak hal melalui internet,"
ujarnya.
Jika dibandingkan dengan fasilitas sekolah dalam negeri didaerah
pedalaman seperti di Krayan Selatan, fasilitas bahkan bisa jauh lebih
baik. Pertama gedung sekolah yang diberikan dalam kondisi bangunan
permanen, kedua, guru juga diberikan perumahan yang layak huni lengkap
dengan perlengkapan rumah tangga.
Beberapa waktu lalu, puluhan siswa Al Firdaus diberangkatkan ke Desa
Pare, Kediri selama satu bulan untuk belajar bahasa Inggris. “Sebenarnya
PKBM ini pendidikan non formal yang sudah seperti formal, hanya status
saja sebagai lembaga pendidikan non formal. Segala fasilitas dan proses
belajar sudah sama dengan formal,” ujarnya. Namun untuk menjadikan
sekolah formal, pihaknya mengaku terkendala biaya dan proses perijinan
yang panjang dan lama.
Salah satu Pejabat Pengurus Besar Wilayah Felda Sahabat, Sabah, Tuan
Juany bin H Salleh mengatakan pihaknya memberi perhatian besar terhadap
pendidikan, tidak terkecuali untuk anak-anak TKI. “Kita sama-samalah
antara Indonesia dan Malaysia, kita serumpun. Mereka tenaga kerja pun
datang kesini menyumbang tenaga dan kita tidak melupakan merekalah, jadi
anak mereka kita ikut-ikutkan ke program yang baiklah," ujarnya.
“Kehadiran mereka umpama patner bagi kita disini, mereka juga menyumbang
tenaga disini, kalau tidak ada tenaga kerja susah kita berusaha ketika
diladang, mereka juga manusia biasa jadi kita mengambil kira lah,”
tambahnya.(kh)